Rabu, 25 September 2019

Seledri (Apium graveolens L.)



Apium graveolens L. 

Seledri (Apium graveolens L.) adalah sayuran daun dan tumbuhan obat yang biasa digunakan sebagai bumbu masakan. Beberapa negara termasuk Jepang, Cina dan Korea mempergunakan bagian tangkai daun sebagai bahan makanan. Di Indonesia tumbuhan ini diperkenalkan oleh penjajah Belanda dan digunakan daunnya untuk menyedapkan sup atau sebagai lalap. Penggunaan seledri paling lengkap adalah di Eropa: daun, tangkai daun, buah, dan umbinya semua dimanfaatkan.


Seledri telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu sebagai unsur pengobatan dan penyedap masakan. salman Tua telah menuliskannya sejak awal penanggalan modern. Linnaeus mendeskripsikannya pertama kali dalam edisi pertama Species Plantarum. Ia memasukkan seledri dalam suku Umbelliferae, yang sekarang dinamakan Apiaceae (suku adas-adasan).
Seledri adalah terna kecil, kurang dari 1m tingginya. Daun tersusun gemuk dengan tangkai pendek. Tangkai ini pada kultivar tertentu dapat sangat besar dan dijual sebagai sayuran terpisah dari emaknya. Batangnya biasanya sangat bantet. Pada kelompok budidaya tertentu membesar membentuk umbi, yang juga dapat dimakan. Bunganya tersusun majemuk berkarang. Buahnya kecil-kecil berwarna coklat gelap.

Ada tiga kelompok seledri yang dibudidayakan:
  • Seledri daun atau seledri iris (A. graveolens Kelompok secalinum) yang biasa diambil daunnya dan banyak dipakai di masakan Indonesia.
  • Seledri tangkai (A. graveolens Kelompok dulce) yang tangkai daunnya membesar dan beraroma segar, biasanya dipakai sebagai komponen salad.
Seledri umbi (A. graveolens Kelompok rapaceum), yang membentuk umbi di permukaan tanah; biasanya digunakan dalam sup, dibuat semur, atau schnitzel. Umbi ini kaya provitamin A dan K.



 Seledri daun atau seledri iris (A. graveolens Kelompok secalinum)

Seledri tangkai (A. graveolens Kelompok dulce)

Seledri umbi (A. graveolens Kelompok rapaceum)


Apium graveolens L. adalah nama ilmiah dari Seledri (English: Wild celery, atau biasa disebut Celery saja). Seledri dideskripsikan oleh Carl Linnaeus dalam Species Plantarum, Volume I, tahun 1753 (lihat Wikipedia Bahasa Inggris, “Celery“). Mengacu pada R. van der Meijden (1990), Brands mencatat bahwa di Belanda, tanaman ini disebut dengan istilah Selderij, Cellerie, atau Bleekcellerie (lihat Brands, S.J. (ed.), 1989-sekarang, The Taxonomicon). Tanaman ini juga disebut Cèleri dalam bahasa Prancis dan Apio dalam bahasa Spanyol (lihat Lansdown, R.V., 2013).
Seledri adalah salah satu jenis tanaman sayuran yang sangat populer di Indonesia, sering kali dibudidayakan untuk kebutuhan pangan dan obat-obatan.
I. Klasifikasi Ilmiah
Jika menyalingsilangkan tujuh sumber online yang diacu oleh Sayurankita—yakni (1) Wikipedia; (2) EOL; (3) The Taxonomicon; (4) The IUCN Red List of Threatened Species™; (5) Integrated Taxonomic Information System; (6) The PLANTS Database; dan (7) National Center for Biotechnology Information; serta sumber lain untuk melengkapi nama/istilahnya—maka klasifikasi ilmiah untuk Apium graveolens L. secara umum, adalah sebagai berikut:
Rank (Tingkatan)Scientific Name (Nama Ilmiah)Common Name (Nama Umum)
Kingdom (Kerajaan)PlantaePlants (Tumbuhan)
Phylum (Divisi)TracheophytaVascular plants (Tumbuhan vaskular)
Class (Kelas)MagnoliopsidaDicotyledons (Dikotiledon)
Order (Ordo)Apiales
Family (Famili)Apiaceae / UmbelliferaeCarrot family (Adas-adasan)
Tribe (Suku)Apieae
Genus (Golonga)Apium L.Celery (Seledri)
Species (Spesies)Apium graveolens L.Wild celery (Seledri)
__Variety (Varietas)__ var. dulce (P. Mill.) DC.Stalk celery / Pascal celery(Seledri tangkai)
__Variety (Varietas)__ var. graveolens
__Variety (Varietas)__ var. rapaceum (Miller) GaudinCeleriac (Seledri umbi)
__Variety (Varietas)__ var. secalinumLeaf celery (Seledri daun / iris)
II. Morfologi Seledri
Berg dan Deneer—dalam hak paten mereka atas morfologi Seledri—menjelaskan bahwa, sebagai tumbuhan yang berada di dalam famili Apiaceae, dua varietas Seledri (Apium graveolens L.) yang paling umum dikenal adalah “Seledri Tangkai” (Stalk Celery) dan “Seledri Umbi” (Celeriac). Mereka menyatakan, sebagai sayuran, relatif cukup banyak bagian-bagian dari Seledri yang tak dapat digunakan. Untuk jenis “Seledri Tangkai” (Apium graveolens L. var. dulce), yang mana daunnya terdiri dari “tangkai daun” (petiole) dan “helai daun” (leaf blades), “tangkai daun” (petiole) adalah bagian yang biasanya dikonsumsi (lihat Berg & Deneer, 2012).



Seledri (Foto: Green House MY Darling0207 )

Seledri adalah tumbuhan biennial atau dua tahunan, tetapi juga dibudidayakan sebagai tanaman annual atau tahunan; tumbuhnya berdiri tegak dan dapat mencapai ketinggian kurang dari 1 meter (sekitar 2-3 kaki); berakar tunggang, tetapi memiliki serabut yang menyebar ke samping dengan radius sekitar 5 – 9 cm dari pangkal batang, dan dapat menembus tanah hingga ke dalaman 30 cm; batangnya lunak (tidak berkayu) dengan bentuk yang persegi, beruas-ruas, tidak berambut, dan umumnya memiliki 5-12 tangkai daun (petiole) dengan bentuk cabang batang yang angular atau fistular, dan bersendi secara mencolok; daunnya tipis, halus, dan majemuk (umumnya trifoliolate: ‘memiliki tiga pucuk/selebaran’), berbentuk baji (umunya obovate: ‘lonjong atau oval dengan ujung yang mengecil di bagian dasar’) dengan tiga cuping dan pinggir daun yang bergerigi, serta panjang daunnya bisa mencapai 7 cm dan lebar 5 cm, berwarna hijau tua; bunganya yang sangat kecil berwarna putih kehijauan dengan ujung yang bengkok dan tumbuh di bagian pucuk tanaman; sedangkan buahnya berisi biji (seed) kering berbentuk elips (atau kadang juga berbentuk sub-orbicular), berlekuk, berukuran kira-kira 3 mm dengan warna cokelat keabu-abuan, beraroma dan berasa sedikit pahit jika dimakan (lihat Agroteknologi.web.id, n.d.; Materi Pertanian Terpadu Online, n.d.; Iqbal & Sulistyorini, n.d.; Himalaya, n.d.; Asri, 2004; Helaly, El-Refy, Mady, Mosa, & Craker, 2014; dan Kadam & Salunkhe, 1998).
III. Kandungan Seledri dan Khasiatnya
Mengutip Sturtevant (1886) dan Vaughan & Geissler (1997), Shapiro (2012) menyebut bahwa “Seledri mengandung sekitar 95% air dan sedikit protein, lemak, atau gula, namun terdapat sejumlah mineral, beberapa karoten, vitamin E, dan vitamin B kompleks di dalamnya. Kandungan vitamin C rendah (8 mg / 100g).”
Asri, mengutip Information Alternative Medicine (2001), Kim et al. (1998), dan Holistic Online (1998), mencatat komponen aktif dari Seledri dengan cukup lengkap, yakni sebagai berikut:
“Komponen aktif seledri adalah carotenoid (lutein); phthalide terutama 3-n-butylphthalide, ligustilide, sedanolide, dan sedanenolide; coumarins, bergapted; isopimperatorin, iso pimpinellin; apiumoside dan celeroside, flavonoids, seperti apiin dan apigeninfatty acidsfixed oilvolatile oil (mengandung d-limonene, dengan a-selinenesantalola- dan b- eudesmoldiihydrocarvone.”
(Lihat Asri, A., 2004, hal. 20).



Seledri di media tanam tanah dicampur arang sekam. (Foto:Green House MY Darling 0207 ).

Sementara itu, menurut Kadam & Salunkhe (1998), komposisi kimiawi dari “Seratus gram seledri mengandung 6,3 g protein, 2,1 g mineral, 1,4 g serat (fiber), dan 1,6 g karbohidrat. … Seledri mengandung kalsium, fosfor, zat besi, karotine, thiamine, vitamin C, niacin, riboflavin, dan vitamin A. Komposisi bervariasi pada berbagai tingkat kematangan.” (Lihat Kadam, S. S., & Salunkhe, D. K., 1998, hal. 526). Melengkapi keterangan ini, dalam pemaparan Helaly, El-Refy, Mady, Mosa, dan Craker (2014), disebutkan bahwa Seledri juga mengandung vitamin B1, B2, B9, E, dan K; serta mengandung magnesium, potassium, mangan, zinc, dan asam amino triptofan. Mengutip Tang et al. (1990), Helaly et al. juga menyebutkan bahwa biji Seledri mengandung dua kelompok senyawa utama, yakni mono-terpen tipe limonene dan butylphthalide. Helaly et al. (mengutip Lam & Zheng, 1991) menerangkan bahwa kandungan 3-n-butylphthalide dan sedanolidephathalide terkait, di dalam Seledri ternyata dapat “meningkatkan aktivitas glutathione-s-trasferase (GST) di hati, mukosa usus halus, dan perut pada tikus A/J inbrida. GST adalah enzim metabolit xenobiotik fase II yang sangat penting dan sering dipakai dalam pembersihan intermediet reaktif.”



Anakan/tunas seledri pada batang seledri.  
(Foto: Green House MY Darling0207 )

Mengutip Sudarsono et al. (1996), Iqbal & Sulistyorini mencatat bahwa: “Secara tradisional tanaman seledri digunakan sebagai pemacu enzim pencernaan atau sebagai penambah nafsu makan, peluruh air seni, dan penurun tekanan darah. Di samping itu digunakan pula untuk memperlancar keluarya air seni, mengurangi rasa sakit pada rematik dan gout, juga digunakan sebagai anti kejang. Selebihnya, daun dan batang seledri digunakan sebagai sayur dan lalap untuk penyedap masakan.” (Lihat Iqbal, M., & Sulistyorini, E., n.d.). Helaly et al (2014), mengutip Halim et al. (1990) dan Shalaby dan El-Zorba (2010), menyebutkan bahwa “helai daun” dan “tangkai daun” Seledri adalah komponen yang acap kali dimanfaatkan sebagai komponen dalam salads, sementara biji/buahnya—umumnya disebut seed dalam bahasa Inggris—juga digunakan untuk pengobatan berbagai penyakit. Biji seledri, selain digunakan sebagai penyedap makanan atau bumbu (Saphiro, 2012), biasanya digunakan sebagai ramuan ekstrak cair dan obat penenang karena diakui memiliki khasiat sebagai stimulan dan bersifat kharminatif—dapat mengruangi gejala perut kembung (Himalaya, n.d.). Demikian juga dengan minyak yang diekstraksi dari biji seledri, yang sering digunakan sebagai elemen dalam obat antispasmodik dan saraf (Himalaya, n.d.), atau sebagai penyedap utama dalam industri makanan karena dapat memperbaiki rasa dan aroma makanan, seperti sup, daging, saus, acar, dan jus (Sowbhagya, 2014, dalam Helaly et al., 2014).
IV. Sejarah Kemunculan dan Budidaya Tanaman Seledri
Seledri (Apium graveolens) kemungkinan berasal dari wilayah Mediterania dan Eropa (lihat Sturtevant 1886; Vaughan and Geissler 1997). Situs web The IUCN Red List of Threatened Species, menjelaskan bahwa “tanaman seledri merupakan tanaman asli dari sebagian besar daerah Eropa, Afrika Utara, Siberia dan Kaukasus, sebelum akhirnya diintroduksi dan ditanam di seluruh dunia. Penyebaran tanaman asli hampir tidak mungkin dilakukan karena disamarkan oleh proses introduksi.” Mengutip Menglan dan Watson (2005), situs tersebut juga menyebutkan bahwa seledri diyakini bukan tanaman natif di Cina dan Australia (mengutip Rechinger, 1987), sedangkan kemunculannya di daerah lain sebagai tanaman asli atau tidak, sulit untuk ditentukan.
Di masa lalu, seledri ditanam sebagai sayuran untuk musim dingin dan awal musim semi; yang dianggap sebagai tonik pembersih, untuk melawan penyakit asam garam dari diet musim dingin menggunakan daging asin tanpa sayuran. Pada abad ke-19, musim tanam seledri telah diperpanjang, hingga akhir dari awal September hingga akhir April (lihat situs web Wikipedia Bahasa Inggris tentang “Celery”).
“Ribuan tahun yang lalu, seledri ditanam sebagai tanaman obat. Baru kemudian dibudidayakan untuk diambil daunnya, yang digunakan sebagai penyedap (seledri daun, A. graveolens var. Secalinum). Pada abad ke-16 dan 17, sifat seledri dengan rasa yang ringan menjadi karakter terpilih untuk seledri tangkai yang dikenal saat ini (A. graveolens var. Dulce). Kemudian, Celeriac atau seledri umbi juga dikembangkan. Seledri daun masih ditanam di Asia Tenggara. […] Menurut de Vilmorin (1950, seperti dikutip dalam Li dan Quiros, 2000), dua kultivar[1] seledri diperkenalkan dari Perancis ke Amerika Utara pada tahun 1887. Dua kultivar tersebut adalah self-blanching Paris Golden Yellow Self-Blanching’ dan sebuah kultivar hijau yang disebut ‘Pascal’. Dalam perdagangan benih AS, kultivar ini dikenal sebagai ‘White Plume’ dan ‘Giant Pascal’.”
Di situs web Wikipedia Bahasa Inggris (tentang “Celery”) disebutkan bahwa Seledri umumnya ditanam dari biji, disemai dipersemaian atau kebun terbuka, tergantung musim saat penanamannya. Setelah satu atau dua kali penjarangan dan pemindahan, ketika tingginya mencapai 15-20 cm (5.9-7.9 inci), Seledri kemudian ditanam pada parit-parit yang dalam untuk memudahkan “blanching”. Pengertian dari blanching sendiri, menurut Wikipedia Bahasa Inggris (tentang Blanching), adalah “teknik yang digunakan dalam pertumbuhan sayuran. Tunas-tunas muda dari tanaman ditutupi untuk menghalang cahaya demi mencegah terjadinya fotosintesis dan produksi klorofil, dan dengan demikian tetap pucat warnanya.”
Proses blanching ini, menurut keterangan yang ada di Encyclopedia of Life (tentang Apium graveolens), dapat dilakukan dengan tanah, kertas, atau black polythene. Gunannya ialah untuk “memproduksi pangkal daun putih, menghasilkan apiin yang konsentrasinya kecil, dan glikosida pahit. Beberapa kultivar ditanam tanpa proses blanching ini.” Sementara itu, menurut National Gardening Association Editors, proses blanching ini juga bisa dilakukan dengan cara menutup tangkai seledri dengan kertas atau tanah untuk menghalangi sinar matahari selama satu minggu, 10 hari, atau lebih, sebelum melakukan panen.

Bibliografi
  1. “Apium graveolens”. Diperoleh dari National Center for Biotechnology Information, U.S. National Library of Medicine. (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/Taxonomy/Browser/wwwtax.cgi?mode=Info&id=4045&lvl=3&keep=1&srchmode=1&unlock&lin=s&log_op=lineage_toggle) tanggal 11 September 2017.
  2. Agroteknologi.web.id. (n.d.). Klasifikasi dan Morfologi Seledri. Retrieved September 11, 2017, from Informasi Ilmu Pertanian Indonesia Agroteknologi : http://agroteknologi.web.id/klasifikasi-dan-morfologi-seledri/
  3. Asri, A. (2004). Pengaruh Pemberian Perasan Seledri Terhadap Aktivitas Proliferasi Sel, Indeks Apoptosis dan Perubahan Histopatologi Mukosa Kolon Wistar: Kajian Karsinogenesis Kolon. Tesis, Universitas Diponegoro, Magister Ilmu Biomedik, Semarang.
  4. Berg, J. J., & Deneer, R. H. (2012). Celery morphology. Patent No. US 20120164304 A1. Amerika Serikat.
  5. Brands, S.J. (ed.), 2017. Genus Apium™ C. Linnaeus, 1753. Dalam Systema Naturae 2000. The Taxonomicon. Universal Taxonomic Services, Zwaag, Belanda. [http://taxonomicon.taxonomy.nl/TaxonTree.aspx?id=5093&tree=0.1&syn=1]. Diperoleh tanggal 11 September 2017.
  6. Helaly, A. A., El-Refy, A., Mady, E., Mosa, K. A., & Craker, L. (2014). Morphological and Molecular Analysis of Three Celery Accessions. Journal of Medicinally Active Plants , 2 (3-4), 27-32.
  7. Himalaya. (n.d). Herbal Monograph: Celery. Retrieved September 12, 2017, from Himalaya: http://www.himalayawellness.com/herbalmonograph/celery.htm#3
  8. Integrated Taxonomic Information System (ITIS). “Apium graveolens L.”. ITIS Report. Diperoleh tanggal 11 September 2017 dari Integrated Taxonomic Information System (ITIS) (http://www.itis.gov).
  9. Iqbal, M., & Sulistyorini, E. (n.d.). Seledri (Apium graveolens L.). (UGM Farmasi) Retrieved September 11, 2017, from Cancer Chemoprevention Research Center: http://ccrc.farmasi.ugm.ac.id/?page_id=225
  10. Kadam, S. S., & Salunkhe, D. K. (1998). Celery and Other Salad Vegetables. In D. K. Salunkhe, & S. S. Kadam (Eds.), Handbook of Vegetable Science and Technology: Production, Composition, Storage, and Processing (pp. 523-532). New York & Basel: Marcel Dekker, Inc.
  11. Lansdown, R.V. 2013. Apium graveolens. The IUCN Red List of Threatened Species 2013: e.T164203A13575099. http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2013-1.RLTS.T164203A13575099.enDiperoleh tanggal 11 September 2017.
  12. Materi Pertanian Terpadu Online. (n.d.). Klasifikasi dan Morfologi Seledri. Retrieved September 11, 2017, from Materi Pertanian Terpadu Online: http://www.materipertanian.com/klasifikasi-dan-morfologi-seledri/
  13. Shapiro, Leo. 2012. “Apium graveolens L.: Brief Summary.” In Leo Shapiro. Diperoleh tanggal 11 September 2017, tersedia di Encyclopedia of Life, http://eol.org/data_objects/21078340
  14. USDA, NRCS. 2017. The PLANTS Database (http://plants.usda.gov, 11 September 2017). National Plant Data Team, Greensboro, NC 27401-4901 USA.
  15. Wikipedia (Bahasa Inggris), “Celery”. Diperoleh tanggal 11 September 2017 dari Wikipedia (https://en.wikipedia.org/wiki/Celery)
  16. Wikipedia (Bahasa Indonesia), “Seledri”. Diperoleh tanggal 11 September 2017 dari Wikipedia (https://id.wikipedia.org/wiki/Seledri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tanaman Hidroponik SAWI PAKCOY (Brassica rapa Kelompok Chinensis; suku sawi-sawian atau Brassicaceae)

SAWI PAKCOY (Brassica rapa Kelompok Chinensis; suku sawi-sawian atau Brassicaceae) Pakcoy  atau  bok choy  ( Brassica ra...